- Back to Home »
- Berita Populer »
- Sebuah Kemeriahan di Stadion Rajamangala
Posted by : Unknown
Minggu, 14 Juli 2013
Bangkok - Stadion Rajamangala di Bangkok,
Thailand, menjadi tempat pertama pertandingan Manchester United dalam
tur pramusimnya tahun ini. Sebuah kemeriahan pun tercipta di "Negeri
Gajah Putih" itu.
Publik Thailand bolehlah "berbangga hati" karena negara mereka terpilih sebagai momentum pertama seorang bernama David Moyes, untuk pertama kalinya memimpin pertandingan MU di pinggir lapangan, setelah si manajer terbaik di dunia, Sir Alex Ferguson turun tahta.
Sabtu (13/7) malam kemarin, Moyes dan pasukan "Setan Merah"-nya beraksi di stadion berkapasitas 65 ribu penonton itu, menghadapi sebuah tim All Star yang diberi label Singha All Star XI. Atas undangan Nike, detikSport turut menjadi saksi debut Moyes tersebut.
Kompleks Rajamangala National Stadium sudah disesaki oleh para penggemar MU sejak pukul 4 sore hari waktu setempat, kendati kickoff laga baru dilakukan pada pukul 20.00. Acara fan fest yang digelar di sekitar stadion semakin membuat suasana semarak.
Sejumlah stan dibuat untuk memberikan hiburan untuk para suporter yang sedang menunggu pintu stadion dibuka, seperti booth melukis wajah, game adu tendangan penalti, termasuk toko-toko yang menjual pernak-pernik sepakbola khususnya MU.
Saat melongok ke store Nike, ada hal yang menarik. Dari jersey 23 pemain MU, termasuk Ryan Giggs, Wayne Rooney, Javier Hernandez, yang paling mahal adalah kaus bernomor 23 milik Tom Cleverley dan #28 milik Alex Buttner. Berapa harganya? 2120 bath atau sekitar 680 ribu rupiah. Yang paling murah? Milik wakil kapten, Patrice Evra, yaitu 1.370 bath (Rp 440 ribu).
Setelah dua jam menunggu, pintu stadion pun dibuka. Puluhan ribu suporter pun mulai masuk dengan tertib, antara lain karena pada tiket telah tercantum nomor tempat duduk. Jadi, semua pasti dapat kursi.
Ada dua lapis pemeriksaan yang harus dilewati para penonton di stadion. Pemeriksaan tiket elektronik dan barang-barang yang tak boleh di bawa ke masuk ke tribun menjadi yang pertama.
Pada pemeriksaan kedua, kembali di pastikan bahwa tak ada barang berbahaya yang terselip, lalu diberikan cap pada tangan sebagai tanda lolos.
Masuk ke tribun, ada beberapa petugas yang dengan sigap untuk memandu penonton untuk menuju kursi yang tertera di tiket. Petugas itu ada di semua kategori tiket, baik dari yang termurah hingga yang termahal. Begitu penonton menunjukkan tiketnya, si petugas langsung mengarahkan tempatnya.
Secara bertahap stadion pun mulai dipadati dengan penonton berbaju merah. Tidak semua tempat duduk terisi. Dua blok di ujung kiri atas dan kanan atas tribun sisi barat tak diisi penonton.
Ada satu banner menarik yang terlihat di sisi kanan bawah tribun sebelah timur stadion. Penggemar MU dari Indonesia membentangkan tulisan: "We will wait in Jakarta".
Suasana stadion menjadi riuh saat dua kiper MU, Ben Amos dan Andres Lindegaard, muncul ke lapangan. Tak lama kemudian 16 pemain lain seperti Rio Ferdinand, Michael Carrick, Rafael, dan Evra turun ke lapangan untuk melakukan pemanasan. Di belakang mereka, ada Moyes yang menyusul masuk ke dalam lapangan.
Usai pemanasan, laga yang ditunggu pun dimulai. Ada yang yak biasa pada kostum MU malam itu. Nama pemain di jersey mereka ditulis menggunakan huruf Thailand.
Laga dimulai, striker Singha All Star, Teeratep Winotai, langsung memberikan ancaman ke gawang MU yang dikawal oleh Ben Amos.
Sempat melakukan pelanggaran pada Jonny Evans, Winotai malah mendapatkan cemoohan sepanjang pertandingan dari penonton. Begitulah. Boleh jadi ini bukan soal nasionalisme. Tim lokal wajar untuk dibela, tapi mendukung langsung tim seperti MU mungkin tidak bisa dilakukan setiap tahun sekali.
Lucunya, Winotai-lah membuat "suporter" MU terdiam pada menit kelima babak kedua. Adalah dia yang mencetak gol tunggal dalam pertandingan tersebut, yang membuat laga debut Moyes berakhir dengan kekalahan.
Keramaian lantas berlanjut keluar stadion. Sejumlah warung penjual makanan dan minuman tampak sibuk melayani para suporter yang mampir untuk sekadar minum atau mingisi perut.
Banyaknya kendaraan yang datang ke stadion kebanggaan Thailand itu membuat sulit untuk mendapatkan tempat parkir. Mobil van yang mengantar detiksport dan beberapa media lain dari Asia Tenggara, terparkir jauh -- kami harus berjalan kaki sekitar 5 kilometer.
Sementara itu banyak tukang ojek sepeda motor berebut mendapatkan penumpang. Suasana setelah pertandingan selesai memang sangat semrawut, apalagi habis turun hujan. Buat warga Jakarta, pemandangan seperti itu tentu tidaklah aneh.
Kemeriahan malam itu pun berangsur-angsur reda seiring dengan semakin larutnya waktu di Bangkok. MU pun keesokan harinya langsung meninggalkan Thailand untuk melanjutkan turnya. Mereka saat ini sudah berada di Sydney, Australia, untuk beraksi melawan A-League Star pada 20 Juli. Dari "Negeri Kanguru" mereka pindah ke Jepang untuk melakoni dua pertandingan.
Bagaimana dengan potensi MU ke Indonesia? Setelah gagal di tahun 2009 gara-gara peristiwa bom di hotel JW Marriott, Kuningan, hingga kini kesempatan itu belum datang lagi. Tapi yang pasti penggemar MU di tanah air senantiasa berharap, suatu hari nanti tim kesayangannya itu benar-benar singgah.
(detik.com)
Publik Thailand bolehlah "berbangga hati" karena negara mereka terpilih sebagai momentum pertama seorang bernama David Moyes, untuk pertama kalinya memimpin pertandingan MU di pinggir lapangan, setelah si manajer terbaik di dunia, Sir Alex Ferguson turun tahta.
Sabtu (13/7) malam kemarin, Moyes dan pasukan "Setan Merah"-nya beraksi di stadion berkapasitas 65 ribu penonton itu, menghadapi sebuah tim All Star yang diberi label Singha All Star XI. Atas undangan Nike, detikSport turut menjadi saksi debut Moyes tersebut.
Kompleks Rajamangala National Stadium sudah disesaki oleh para penggemar MU sejak pukul 4 sore hari waktu setempat, kendati kickoff laga baru dilakukan pada pukul 20.00. Acara fan fest yang digelar di sekitar stadion semakin membuat suasana semarak.
Sejumlah stan dibuat untuk memberikan hiburan untuk para suporter yang sedang menunggu pintu stadion dibuka, seperti booth melukis wajah, game adu tendangan penalti, termasuk toko-toko yang menjual pernak-pernik sepakbola khususnya MU.
Saat melongok ke store Nike, ada hal yang menarik. Dari jersey 23 pemain MU, termasuk Ryan Giggs, Wayne Rooney, Javier Hernandez, yang paling mahal adalah kaus bernomor 23 milik Tom Cleverley dan #28 milik Alex Buttner. Berapa harganya? 2120 bath atau sekitar 680 ribu rupiah. Yang paling murah? Milik wakil kapten, Patrice Evra, yaitu 1.370 bath (Rp 440 ribu).
Setelah dua jam menunggu, pintu stadion pun dibuka. Puluhan ribu suporter pun mulai masuk dengan tertib, antara lain karena pada tiket telah tercantum nomor tempat duduk. Jadi, semua pasti dapat kursi.
Ada dua lapis pemeriksaan yang harus dilewati para penonton di stadion. Pemeriksaan tiket elektronik dan barang-barang yang tak boleh di bawa ke masuk ke tribun menjadi yang pertama.
Pada pemeriksaan kedua, kembali di pastikan bahwa tak ada barang berbahaya yang terselip, lalu diberikan cap pada tangan sebagai tanda lolos.
Masuk ke tribun, ada beberapa petugas yang dengan sigap untuk memandu penonton untuk menuju kursi yang tertera di tiket. Petugas itu ada di semua kategori tiket, baik dari yang termurah hingga yang termahal. Begitu penonton menunjukkan tiketnya, si petugas langsung mengarahkan tempatnya.
Secara bertahap stadion pun mulai dipadati dengan penonton berbaju merah. Tidak semua tempat duduk terisi. Dua blok di ujung kiri atas dan kanan atas tribun sisi barat tak diisi penonton.
Ada satu banner menarik yang terlihat di sisi kanan bawah tribun sebelah timur stadion. Penggemar MU dari Indonesia membentangkan tulisan: "We will wait in Jakarta".
Suasana stadion menjadi riuh saat dua kiper MU, Ben Amos dan Andres Lindegaard, muncul ke lapangan. Tak lama kemudian 16 pemain lain seperti Rio Ferdinand, Michael Carrick, Rafael, dan Evra turun ke lapangan untuk melakukan pemanasan. Di belakang mereka, ada Moyes yang menyusul masuk ke dalam lapangan.
Usai pemanasan, laga yang ditunggu pun dimulai. Ada yang yak biasa pada kostum MU malam itu. Nama pemain di jersey mereka ditulis menggunakan huruf Thailand.
Laga dimulai, striker Singha All Star, Teeratep Winotai, langsung memberikan ancaman ke gawang MU yang dikawal oleh Ben Amos.
Sempat melakukan pelanggaran pada Jonny Evans, Winotai malah mendapatkan cemoohan sepanjang pertandingan dari penonton. Begitulah. Boleh jadi ini bukan soal nasionalisme. Tim lokal wajar untuk dibela, tapi mendukung langsung tim seperti MU mungkin tidak bisa dilakukan setiap tahun sekali.
Lucunya, Winotai-lah membuat "suporter" MU terdiam pada menit kelima babak kedua. Adalah dia yang mencetak gol tunggal dalam pertandingan tersebut, yang membuat laga debut Moyes berakhir dengan kekalahan.
Keramaian lantas berlanjut keluar stadion. Sejumlah warung penjual makanan dan minuman tampak sibuk melayani para suporter yang mampir untuk sekadar minum atau mingisi perut.
Banyaknya kendaraan yang datang ke stadion kebanggaan Thailand itu membuat sulit untuk mendapatkan tempat parkir. Mobil van yang mengantar detiksport dan beberapa media lain dari Asia Tenggara, terparkir jauh -- kami harus berjalan kaki sekitar 5 kilometer.
Sementara itu banyak tukang ojek sepeda motor berebut mendapatkan penumpang. Suasana setelah pertandingan selesai memang sangat semrawut, apalagi habis turun hujan. Buat warga Jakarta, pemandangan seperti itu tentu tidaklah aneh.
Kemeriahan malam itu pun berangsur-angsur reda seiring dengan semakin larutnya waktu di Bangkok. MU pun keesokan harinya langsung meninggalkan Thailand untuk melanjutkan turnya. Mereka saat ini sudah berada di Sydney, Australia, untuk beraksi melawan A-League Star pada 20 Juli. Dari "Negeri Kanguru" mereka pindah ke Jepang untuk melakoni dua pertandingan.
Bagaimana dengan potensi MU ke Indonesia? Setelah gagal di tahun 2009 gara-gara peristiwa bom di hotel JW Marriott, Kuningan, hingga kini kesempatan itu belum datang lagi. Tapi yang pasti penggemar MU di tanah air senantiasa berharap, suatu hari nanti tim kesayangannya itu benar-benar singgah.
(detik.com)