Tampilkan postingan dengan label Dunia Nasional. Tampilkan semua postingan
Kemiskinan Ekstrem Melanda 1,5 Miliar Penduduk Dunia
Pertemuan untuk menggali masukan dan rekomendasi mengenai strategi
pembangunan dunia, khususnya setelah Tujuan Pembangunan Milenium atau
MDGs berakhir tahun 2015, diselenggarakan Jumat (1/2/2013), di Monrovia,
ibu kota Liberia.
Tantangan yang sedang dihadapi dunia luar biasa. Hampir satu dari lima penduduk dunia, atau sekitar 1,5 miliar manusia hidup di bawah kemiskinan ekstrem dengan standar hidup sekitar satu dollar AS (Rp 9.600) per hari. Tidak kurang dari 824 juta orang, umumnya hidup di beberapa negara Afrika dan Asia, mengalami kelangkaan pangan, dan 500 juta orang terancam kelaparan dan kekurangan gizi.
Sekalipun program MDGs sejak tahun 2000 mencatat banyak kemajuan, antara lain dalam upaya mengurangi kemiskinan dan memperbaiki pendidikan, persoalan dunia tetaplah menumpuk setelah tahun 2015. Sekitar 170 juta anak balita masih menderita kekurangan gizi. Sebanyak 100 juta anak tidak menikmati pendidikan dasar. Banyak yang mati muda. Angka kematian anak balita mencapai 26.000 setiap hari, dan kematian ibu melahirkan mencapai 500.000 per tahun.
Dalam upaya menghadapi berbagai persoalan rumit itu, 27 tokoh penting dunia yang bergabung dalam Panel Tinggi Penyusun Program Pasca MDGs 2015 (HLP–High Level Panel on Post 2015) kembali bertemu pada hari Jumat di Monrovia. HLP diharapkan mampu merumuskan program pembangunan dunia, terutama untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan pasca- tahun 2015.
Panel tinggi bentukan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-monn, Juli 2012, ini diketuai bersama oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Adapun 24 anggota panel berasal dari kalangan pemerintahan, bisnis, dan tokoh masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap agenda pembangunan global.
Tokoh dunia itu, antara lain, Ratu Rania dari Jordania, mantan Presiden Jerman Horst Kohler, Menteri Keuangan Timor Leste Emilia Pires, Menteri Luar Negeri Meksiko Patricia Espinosa, wartawati dan aktivis hak asasi Tawakel Karman dari Yaman, mantan PM Jepang Naoto Kan, aktivis Afrika Selatan, Graca Machel; dan Kepala Eksekutif (CEO) Unilever Paul Polman.
Potret Liberia
Pertemuan di Monrovia adalah pertemuan HLP ketiga setelah pertemuan pertama di New York, September 2012, dan kedua di London, November 2012. Pertemuan keempat direncanakan dilaksanakan di Bali, Maret 2013. Rekomendasi akhir HLP tentang pembangunan global akan diserahkan kepada PBB, Mei 2013.
Liberia, lokasi pertemuan HLP, adalah salah satu potret kemiskinan ekstrem. Sekitar 85 persen dari empat juta penduduk negeri yang merdeka tahun 1847 itu hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan pendapatan per kapita 260 dollar AS per tahun, Liberia yang subur sebagai negara tropis tergolong negara miskin di dunia.
Kehancuran ekonomi Liberia terjadi karena kekacauan sosial dan perang saudara dua kali pada dekade tahun 1980-an sampai tahun 2003. Paling tidak 250.000 orang tewas. Kehadiran pasukan PBB yang begitu mencolok, yang mencapai 15.000 di seluruh negeri, menjadi bukti bahwa negara itu belum benar-benar aman.
Kunjungan Yudhoyono ini sebagai lawatan pertama kepala negara Indonesia ke Liberia. Pertemuan kedua kepala negara antara lain membahas kerja sama ekonomi dan perdagangan. Yudhoyono secara khusus mengharapkan perdamaian dan keamanan terus menguat di Liberia.
Presiden didampingi Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Perindustrian M Hidayat, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutardjo, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Dari Liberia, Presiden akan melanjutkan lawatan ke Nigeria, Arab Saudi, dan Mesir.(Rikard Bagun dari Monrovia, Liberia)
Tantangan yang sedang dihadapi dunia luar biasa. Hampir satu dari lima penduduk dunia, atau sekitar 1,5 miliar manusia hidup di bawah kemiskinan ekstrem dengan standar hidup sekitar satu dollar AS (Rp 9.600) per hari. Tidak kurang dari 824 juta orang, umumnya hidup di beberapa negara Afrika dan Asia, mengalami kelangkaan pangan, dan 500 juta orang terancam kelaparan dan kekurangan gizi.
Sekalipun program MDGs sejak tahun 2000 mencatat banyak kemajuan, antara lain dalam upaya mengurangi kemiskinan dan memperbaiki pendidikan, persoalan dunia tetaplah menumpuk setelah tahun 2015. Sekitar 170 juta anak balita masih menderita kekurangan gizi. Sebanyak 100 juta anak tidak menikmati pendidikan dasar. Banyak yang mati muda. Angka kematian anak balita mencapai 26.000 setiap hari, dan kematian ibu melahirkan mencapai 500.000 per tahun.
Dalam upaya menghadapi berbagai persoalan rumit itu, 27 tokoh penting dunia yang bergabung dalam Panel Tinggi Penyusun Program Pasca MDGs 2015 (HLP–High Level Panel on Post 2015) kembali bertemu pada hari Jumat di Monrovia. HLP diharapkan mampu merumuskan program pembangunan dunia, terutama untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan pasca- tahun 2015.
Panel tinggi bentukan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-monn, Juli 2012, ini diketuai bersama oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Perdana Menteri (PM) Inggris David Cameron, dan Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf. Adapun 24 anggota panel berasal dari kalangan pemerintahan, bisnis, dan tokoh masyarakat yang mempunyai perhatian terhadap agenda pembangunan global.
Tokoh dunia itu, antara lain, Ratu Rania dari Jordania, mantan Presiden Jerman Horst Kohler, Menteri Keuangan Timor Leste Emilia Pires, Menteri Luar Negeri Meksiko Patricia Espinosa, wartawati dan aktivis hak asasi Tawakel Karman dari Yaman, mantan PM Jepang Naoto Kan, aktivis Afrika Selatan, Graca Machel; dan Kepala Eksekutif (CEO) Unilever Paul Polman.
Potret Liberia
Pertemuan di Monrovia adalah pertemuan HLP ketiga setelah pertemuan pertama di New York, September 2012, dan kedua di London, November 2012. Pertemuan keempat direncanakan dilaksanakan di Bali, Maret 2013. Rekomendasi akhir HLP tentang pembangunan global akan diserahkan kepada PBB, Mei 2013.
Liberia, lokasi pertemuan HLP, adalah salah satu potret kemiskinan ekstrem. Sekitar 85 persen dari empat juta penduduk negeri yang merdeka tahun 1847 itu hidup di bawah garis kemiskinan. Dengan pendapatan per kapita 260 dollar AS per tahun, Liberia yang subur sebagai negara tropis tergolong negara miskin di dunia.
Kehancuran ekonomi Liberia terjadi karena kekacauan sosial dan perang saudara dua kali pada dekade tahun 1980-an sampai tahun 2003. Paling tidak 250.000 orang tewas. Kehadiran pasukan PBB yang begitu mencolok, yang mencapai 15.000 di seluruh negeri, menjadi bukti bahwa negara itu belum benar-benar aman.
Kunjungan Yudhoyono ini sebagai lawatan pertama kepala negara Indonesia ke Liberia. Pertemuan kedua kepala negara antara lain membahas kerja sama ekonomi dan perdagangan. Yudhoyono secara khusus mengharapkan perdamaian dan keamanan terus menguat di Liberia.
Presiden didampingi Ibu Negara Ny Ani Yudhoyono dan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Perindustrian M Hidayat, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan, Menteri Lingkungan Hidup Balthasar Kambuaya, Menteri Kelautan dan Perikanan Syarif Cicip Sutardjo, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, dan Sekretaris Kabinet Dipo Alam. Dari Liberia, Presiden akan melanjutkan lawatan ke Nigeria, Arab Saudi, dan Mesir.(Rikard Bagun dari Monrovia, Liberia)
Sumber :
Kompas Cetak
google.com
Editor :
Kistyarini
Pembaharuan :
Dawie
Presiden Ubah Paradigma Kemiskinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menilai, Millennium Development
Goals (MDGs) belum berhasil mengatasi aspek kemiskinan meskipun
pengentasan kemiskinan di dunia telah menjadi fokus agenda pembangunan
global. Penyediaan lapangan kerja dan kesenjangan sosial, menurut
Presiden, tidak tertangani secara memadai.
"MDGs kurang mampu
menjawab akar persoalan pembangunan berkelanjutan dan mengurai penyebab
kemiskinan," kata Presiden dalam sambutan pada pembukaan Konsultasi
Nasional Pembangunan Pasca- 2015 di Istana Negara, Jakarta, Rabu
(20/2/2013).
Acara diikuti oleh para menteri, kepala daerah,
akademisi, perwakilan DPRD, pemuda, dan swasta yang tergabung dalam
Komite Nasiona Pasca- 2015 . Mereka akan membahas berbagai isu
sebelum pertemuan Panel Tingkat Tinggi Tokoh Terkemuka di Bali pada
25-27 Maret 2013 .
Presiden mengatakan, situasi dunia
sudah lebih kompleks dari yang diperkirakan ketika MDGs dirumuskan. Ke
depan, kata dia, kompleksitas masalah dunia akan semakin rumit. Pada
2050, dunia akan dihuni oleh sembilan miliar penduduk. Ancaman lain,
kesenjangan sosial yang semakin melebar, menipisnya sumber daya alam,
perubahan iklim, hingga goncangan ekonomi.
Untuk itu, tambah
Presiden, perlu ada kerangka kerja yang mampu menjawab tantangan masa
depan. Agenda global nantinya, kata dia, diharapkan konkret, terukur,
terikat waktu, dan dapat dikomunikasikan kepada semua pihak.
Presiden
juga berharap ada perubahan paradigma dunia dalam memandang kemiskinan.
Menurut dia, kemiskinan tidak dapat diatasi hanya dengan paradigma lama
seperti memberi pinjaman atau dana bantuan pembangunan.
"Perlu
pendekatan baru untuk menjawab persoalan kemiskinan dengan melibatkan
subyek, yakni orang miskin itu sendiri. Membangun kapasitasnya agar
makin berdaya dan bisa meninggalkan kemiskinan," kata Presiden.
Komite
Nasional Pasca- 2015 akan menggelar forum pada 20-21
Februari 2013 di Hotel Le Meridien Jakarta. Komite tersebut
bertugas mendukung Presiden dalam Panel Tingkat Tinggi Para Tokoh
Terkemuka yang akan membahas agenda pembangunan pasca- 2015 .
Di panel tersebut, Presiden SBY menjadi co-chairs
bersama Presiden Liberia Ellen Johnson Sirleaf dan Perdana Menteri
Inggris David Cameron. Panel yang beranggotakan 27 tokoh dunia itu
diberi amanah oleh Sekretaris Jenderal PBB Ban Ki-Moon untuk merumuskan
agenda pembangunan pascaMDGs yang berakhir di 2015 .
sumber :
google.com
kompas.com
Editor :
Inggried Dwi Wedhaswary
Pembaharuan :
Dawie