Tampilkan postingan dengan label Dunia Sejarah. Tampilkan semua postingan
Sejarah Bank Bukopin
Sejarah
Bank Bukopin yang sejak berdirinya tanggal 10 Juli 1970 menfokuskan
diri pada segmen UMKMK, saat ini telah tumbuh dan berkembang menjadi
bank yang masuk ke kelompok bank menengah di Indonesia dari sisi aset.
Seiring dengan terbukanya kesempatan dan peningkatan kemampuan melayani
kebutuhan masyarakat yang lebih luas, Bank Bukopin telah mengembangkan
usahanya ke segmen komersial dan konsumer.
Ketiga segmen ini merupakan pilar bisnis Bank Bukopin, dengan
pelayanan secara konvensional maupun syariah, yang didukung oleh sistem
pengelolaan dana yang optimal, kehandalan teknologi informasi,
kompetensi sumber daya manusia dan praktek tata kelola perusahaan yang
baik. Landasan ini memungkinkan Bank Bukopin melangkah maju dan
menempatkannya sebagai suatu bank yang kredibel. Operasional Bank
Bukopin kini didukung oleh lebih dari 280 kantor yang tersebar di 22
provinsi di seluruh Indonesia yang terhubung secara real time on-line.
Bank Bukopin juga telah membangun jaringan micro-banking yang diberi
nama “Swamitra”, yang kini berjumlah 543 outlet, sebagai wujud program
kemitraan dengan koperasi dan lembaga keuangan mikro.
Dengan struktur permodalan yang semakin kokoh sebagai hasil
pelaksanaan Initial Public Offering (IPO) pada bulan Juli 2006, Bank
Bukopin terus mengembangkan program operasionalnya dengan menerapkan
skala prioritas sesuai strategi jangka pendek yang telah disusun dengan
matang. Penerapan strategi tersebut ditujukan untuk menjamin dipenuhinya
layanan perbankan yang komprehensif kepada nasabah melalui jaringan
yang terhubung secara nasional maupun internasional, produk yang beragam
serta mutu pelayanan dengan standar yang tinggi.
Keseluruhan kegiatan dan program yang dilaksanakan pada akhirnya
berujung pada sasaran terciptanya citra Bank Bukopin sebagai lembaga
perbankan yang terpercaya dengan struktur keuangan yang kokoh, sehat dan
efisien. Keberhasilan membangun kepercayaan tersebut akan mampu membuat
Bank Bukopin tetap tumbuh memberi hasil terbaik secara berkelanjutan.
Visi dan Misi
Visi, menjadi bank yang terpercaya dalam pelayanan jasa keuangan. Misi,
memberikan pelayanan yang terbaik kepada nasabah, turut berperan dalam
pengembangan usaha menengah, kecil, mikro dan koperasi, serta
meningkatkan nilai tambah investasi pemegang saham dan kesejahteraan
karyawan.
Struktur Organisasi
Produk Bank Bukopin
Produk Swamitra
Produk Dana | |||||||||||||||
Pada dasarnya produk dana atau simpanan yang dimiliki oleh Swamitra terdiri dari : | |||||||||||||||
|
|||||||||||||||
Produk Pinjaman | |||||||||||||||
Pada dasarnya produk pinjaman yang dapat dilayani oleh Swamitra terdiri dari : | |||||||||||||||
|
Berbagai Layanan – Layanan Yang di berikan Bank Bukopin | |
Pinjaman | |
Kredit Mobil Bukopin Fasilitas Kredit Mobil Bank Bukopin mewujudkan mobil idaman Anda dengan cepat, ringan dan fleksibel. Apa keunggulan Kredit Mobil Bukopin ? Bebas menentukan jenis/merk mobil (baik mobil lama ataupun baru) Proses cepat Biaya proses ringan Bagi yang disetujui akan mendapatkan kartu kredit secara langsung Angsuran per bulan terjangkau. Berapa lama kredit bisa diangsur ? Kredit Mobil Bukopin bisa diangsur hingga 60 kali Apa saja persyaratan pengajuannya ? WNI, berusia 21- 55 tahun atau usia pensiun Berdomisili di wilayah kerja Bank Bukopin Memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap sesuai dengan ketentuan Bank Bukopin Dokumen-dokumen yang harus dilengkapi - Karyawan - Profesional - Wiraswasta 01. Copy KTP / Kartu Identitas 02. Copy Surat nikah 03. Copy Kartu keluarga 04. Surat ijin praktek / SK Profesi 05. Salinan Rekening Koran / Tabungan 3 bulan terakhir 06. Slip gaji asli bulan terakhir 07. Salinan rek. PLN/PAM/Telp 08. Surat keterangan Perusahaan/ Copy SK Pengangkatan Pegawai 09. NPWP atau SPT PPh 21 (untuk pinjaman diatas Rp. 100 juta) |
|
Membuat Rekening Tabungan Bukopin | |
1. Giro Bukopin - Persyaratan Untuk Perorangan KTP/SIM/Paspor, NPWP dan Surat Referensi - Persyaratan Untuk Perusahaan Anggaran Dasar dan Akta Pendirian SIUP, NPWP, TDP, Keterangan Domisili Identitas diri Pejabat yang berhak menandatangani cek / bilyet giro Surat Referensi - Persyaratan Untuk Koperasi / Yayasan Anggaran Dasar dan Akta Pendirian NPWP, SIUP Identitas diri Pengurus yang berhak menandatangani cek/bilyet giro Surat Referensi 2. Giro Valas Persyaratan Mudah Mengisi dan menandatangani formulir aplikasi pembukaan “GIRO VALAS Bukopin” Untuk Perorangan - Mengisi dan menandatangani permohonan berikut pendukungnya. - Menyerahkan fotocopy identitas diri ( KTP/SIM/Passport ) - Menyerahkan NPWP - Mengisi Surat Penryataan Joint Account (khusus rekening Joint Account) Untuk Institusi atau Perusahaan - Mengisi dan menandatangani permohonan berikut pendukungnya. - Menyerahkan fotocopy identitas diri ( KTP/SIM/Passport ) - Menyerahkan NPWP - Menyerahkan fotocopy Akta Pendirian, SIUP, TDP, SK Domisili, Surat Referensi dan NPWP. 3. SiAga Dollar Persyaratan mudah Setoran awal ringan Mengisi dan menandatangani formulir aplikasi pembukaan ‘SiAga Dolar’ Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/ SIM/ Paspor) Untuk Badan Usaha menyerahkan fotokopi Akte Pendirian dan NPWP 4. Tabungan SiAga Bukopin SYARAT DAN KETENTUAN Tabungan SiAga khusus diperuntukkan bagi nasabah perorangan. Mengisi dan menandatangani formulir aplikasi pembukaan Tabungan SiAga. Menyerahkan fotokopi identitas diri (KTP/SIM/Paspor). 5. Tabungan SiAga Bukopin Premium Syarat Ketentuan Pembukaan Rekening. Mengisi formulir aplikasi pembukaan rekening. Menyerahkan Fotocopy identitas diri. Setoran awal Rp 100.000.000,- (syarat dan ketentuan berlaku) 6. Tabungan SiAga Bukopin Bisnis Syarat Ketentuan Pembukaan Rekening. Mengisi formulir aplikasi pembukaan rekening. Menyerahkan Fotocopy KTP/SIM/Passport. |
Teknologi yang di pakai
Sasaran pengembangan teknologi Bank Bukopin adalah mengintegrasikan proses bisnis pada prospective prime customer melalui
layanan bank dengan bantuan teknologi, sehingga efisiensi, akurasi,
efektifitas, dan manajemen di kedua sisi dapat ditingkatkan. Proses
otomatisasi di internal Bank Bukopin secara nir kertas dengan akurasi
dan security yang baik juga terus ditingkatkan sehingga menjamin kualitas output yang baik.
Adapun dari sisi sumber daya manusia, Bank Bukopin menerapkan
kebijakan untuk memberdayakan tiap level organisasi, baik struktural
maupun fungsional, perampingan organisasi, mengarahkan pengembangan knowledge dan skill sesuai orientasi bisnis perusahaan, serta mengembangkan budaya pembelajaran (learning culture).
sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id
sumber : http://wartawarga.gunadarma.ac.id
Devinisi Partai Politik adalah
Pengertian Partai Politik
Sebuah partai politik adalah organisasi politik yang menjalani ideology tertentu atau dibentuk dengan tujuan khusus. Definisi lainnya adalah kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik - (biasanya) dengan cara konstitusionil - untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
Partai politik adalah sarana politik yang menjembatani elit-elit politik dalam upaya mencapai kekuasaan politik dalam suatu negara yang bercirikan mandiri dalam hal finansial, memiliki platform atau haluan politik tersendiri, mengusung kepentingan-kepentingan kelompok dalam urusan politik, dan turut menyumbang political development sebagai suprastruktur politik.
Dalam rangka memahami Partai Politik sebagai salah satu komponen Infra Struktur Politik dalam negara, berikut beberapa pengertian mengenai Partai Politik, yakni :
1. Carl J. Friedrich: Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasan pemerintah bagi pemimpin Partainya, dan berdasarkan penguasan ini memberikan kepada anggota Partainya kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil.
2. R.H. Soltou: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyaknya terorganisir, yang bertindak sebagai satukesatuan politik, yang dengan memanfaatkan kekuasan memilih, bertujuan menguasai pemerintah dan melaksanakan kebijakan umum mereka.
3. Sigmund Neumann: Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis Politik yang berusaha untuk menguasai kekuasan pemerintah serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan melawan golongan-golongan lain yang tidak sepaham.
4. Miriam Budiardjo: Partai Politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama dengan tujuan memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik (biasanya), dengan cara konstitusional guna melaksanakan kebijakan-kebijakan mereka.
5. Sistem politik Indonesia telah menempatkan Partai Politik sebagai pilar utama penyangga demokrasi. Artinya, tak ada demokrasi tanpa Partai Politik. Karena begitu pentingnya peran Partai Politik, maka sudah selayaknya jika diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan mengenai Partai Politik. Peraturan perundang-undangan ini diharapkan mampu menjamin pertumbuhan Partai Politik yang baik, sehat, efektif dan fungsional.
6. Dengan kondisi Partai Politik yang sehat dan fungsional, maka memungkinkan untuk melaksanakan rekrutmen pemimpin atau proses pengkaderan, pendidikan politik dan kontrol sosial yang sehat. Dengan Partai Politik pula, konflik dan konsensus dapat tercapai guna mendewasakan masyarakat. Konflik yang tercipta tidak lantas dijadikan alasan untuk memecah belah partai, tapi konflik yang timbul dicarikan konsensus guna menciptakan partai yang sehat dan fungsional.
7. Pentingnya keberadaan Partai Politik dalam menumbuhkan demokrasi harus dicerminkan dalam peraturan perundang-undangan. Seperti diketahui hanya Partai Politik yang berhak mengajukan calon dalam Pemilihan Umum. Makna dari ini semua adalah, bahwa proses politik dalam Pemilihan Umum (Pemilu), jangan sampai mengebiri atau bahkan menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Kalaupun saat ini masyarakat mempunyai penilaian negatif terhadap Partai Politik, bukan berarti lantas menghilangkan eksistensi partai dalam sistem ketatanegaraan. Semua yang terjadi sekarang hanyalah bagian dari proses demokrasi.
8. Menumbuhkan Partai Politik yang sehat dan fungsional memang bukan perkara mudah. Diperlukan sebuah landasan yang kuat untuk menciptakan Partai Politik yang benar-benar berfungsi sebagai alat artikulasi masyarakat. Bagi Indonesia, pertumbuhan Partai Politik telah mengalami pasang surut. Kehidupan Partai Politik baru dapat di lacak kembali mulai tahun 1908. Pada tahap awal, organisasi yang tumbuh pada waktu itu seperti Budi Oetomo belum bisa dikatakan sebagaimana pengertian Partai Politik secara modern. Budi Utomo tidak diperuntukkan untuk merebut kedudukan dalam negara (public office) di dalam persaingan melalui Pemilihan Umum. Juga tidak dalam arti organisasi yang berusaha mengendalikan proses politik. Budi Oetomo dalam tahun-tahun itu tidak lebih dari suatu gerakan kultural, untuk meningkatkan kesadaran orang-orang Jawa.
9. Sangat boleh jadi partai dalam arti modern sebagai suatu organisasi massa yang berusaha untuk mempengaruhi proses politik, merombak kebijaksanaan dan mendidik para pemimpin dan mengejar penambahan anggota, baru lahir sejak didirikan Sarekat Islam pada tahun 1912. Sejak itulah partai dianggap menjadi wahana yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan-tujuan nasionalis. Selang beberapa bulan, lahir sebuah partai yang di dirikan Douwes Dekker guna menuntut kebebasan dari Hindia Belanda. Dua partai inilah yang bisa dikatakan sebagai cikal bakal semua Partai Politik dalam arti yang sebenarnya yang kemudian berkembang di Indonesia.
10. Pada masa pergerakan nasional ini, hampir semua partai tidak boleh berhubungan dengan pemerintah dan massa di bawah (grass roots). Jadi yang di atas, yaitu jabatan puncak dalam pemerintahan kolonial, tak terjangkau, ke bawah tak sampai. Tapi Partai Politik menjadi penengah, perumus ide. Fungsi Partai Politik hanya berkisar pada fungsi sosialisasi politik dan fungsi komunikasi politik.
11. Pada masa pendudukan Jepang semua Partai Politik dibubarkan. Namun, pada masa pendudukan Jepang juga membawa perubahan penting. Pada masa Jepang-lah didirikan organisai-organisasi massa yang jauh menyentuh akar-akar di masyarakat. Jepang mempelopori berdirinya organisasi massa bernama Pusat Tenaga Rakyat (Poetera). Namun nasib organisasi ini pada akhirnya juga ikut dibubarkan oleh Jepang karena dianggap telah melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mempengaruhi proses politik. Praktis sampai diproklamirkan kemerdekaan, masyarakat Indonesia tidak mengenal partai-partai politik.
12. Perkembangan Partai Politik kembali menunjukkan geliatnya tatkala pemerintah menganjurkan perlunya di bentuk suatu Partai Politik. Wacana yang berkembang pada waktu itu adalah perlunya partai tunggal. Partai tunggal diperlukan untuk menghindari perpecahan antar kelompok, karena waktu itu suasana masyarakat Indonesia masih diliputi semangat revolusioner. Tapi niat membentuk partai tunggal yang rencananya dinamakan Partai Nasional Indonesia gagal, karena dianggap dapat menyaingi Komite Nasional Indonesia Pusat dan dianggap bisa merangsang perpecahan dan bukan memupuk persatuan. Pasca pembatalan niat pembentukan partai tunggal, atas desakan dan keputusan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, pemerintah mengeluarkan maklumat yang isinya perlu di bentuk Partai Politik sebanyak-banyaknya guna menyambut Pemilihan Umum anggota Badan-Badan Perwakilan Rakyat.
13. Pada keadaan seperti itulah Partai Politik tumbuh dan berkembang selama revolusi fisik dan mencapai puncaknya pada tahun 1955 ketika diselenggarakan Pemilihan Umum pertama yang diikuti oleh 36 Partai Politik, meski yang mendapatkan kursi di parlemen hanya 27 partai. Pergolakan-pergolakan dalam Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Konstituante hasil Pemilihan Umum telah menyudutkan posisi Partai Politik. Hampir semua tokoh, golongan mempermasalahkan keberadaan Partai Politik. Kekalutan dan kegoncangan di dalam sidang konstituante inilah yang pada akhirnya memaksa Bung Karno membubarkan partai-partai politik, pada tahun 1960, dan hanya boleh tinggal 10 partai besar yang pada gilirannya harus mendapatkan restu dari Bung Karno sebagai tanda lolos dari persaingan.
14. Memasuki periode Orde Baru, tepatnya setelah Pemilihan Umum 1971 pemerintah kembali berusaha menyederhanakan Partai Politik. Seperti pemerintahan sebelumnya, banyaknya Partai Politik dianggap tidak menjamin adanya stabilitas politik dan dianggap mengganggu program pembangunan. Usaha pemerintah ini baru terealisasi pada tahun 1973, partai yang diperbolehkan tumbuh hanya berjumlah tiga yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP), GOLKAR dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
15. Nampak sekali bahwa partai-partai yang ada di Indonesia boleh dikatakan merupakan partai yang dibentuk atas prakarsa negara. Pembentukan partai bukan atas dasar kepentingan masing-masing anggota melainkan karena kepentingan negara. Dengan kondisi partai seperti ini, sulit rasanya mengharapkan partai menjadi wahana artikulasi kepentingan rakyat. Baru setelah reformasi, pertumbuhan Partai Politik didasari atas kepentingan yang sama masing-masing anggotanya. Boleh jadi, Era Reformasi yang melahirkan sistem multi-partai ini sebagai titik awal pertumbuhan partai yang didasari kepentingan dan orientasi politik yang sama di antara anggotanya.
16. Kondisi yang demikian ini perlu dipertahankan, karena Partai Politik adalah alat demokrasi untuk mengantarkan rakyat menyampaikan artikulasi kepentingannya. Tidak ada demokrasi sejati tanpa Partai Politik. Meski keberadaan Partai Politik saat ini dianggap kurang baik, bukan berarti dalam sistem ketatanegaraan kita menghilangkan peran dan eksistensi Partai Politik. Keadaan Partai Politik seperti sekarang ini hanyalah bagian dari proses demokrasi.
17. Dalam kondisi kepartaian yang seperti ini, Pemilihan Umum 2004 digelar dengan bersandar kepada Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik. Dalam perjalanannya, undang-undang ini di anggap belum mampu mengantarkan sistem kepartaian dan demokrasi perwakilan yang efektif dan fungsional. Undang-undang ini juga belum mampu melahirkan Partai Politik yang stabil dan akuntabel. Masyarakat juga masih belum percaya pada keberadaan Partai Politik, padahal fungsi Partai Politik salah satunya adalah sebagai alat artikulasi kepentingan rakyat. Untuk menciptakan Partai Politik yang efektif dan fungsional diperlukan adanya kepercayaan yang penuh dari rakyat. Tanpa dukungan dan kepercayaan rakyat, Partai Politik akan terus dianggap sebagai pembawa ketidakstabilan politik sehingga kurang berkah bagi kehidupan rakyat.
18. Untuk menciptakan sistem politik yang memungkinkan rakyat menaruh kepercayaaan, diperlukan sebuah peraturan perundang-undangan yang mampu menjadi landasan bagi tumbuhnya Partai Politik yang efektif dan fungsional. Dengan kata lain, diperlukan perubahan terhadap peraturan perundang-undangan yang mengatur sistem Politik Indonesia yakni Undang-undang No. 31 Tahun 2002 tentang Partai Politik, Undang-undang No. 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD, Undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, dan Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Setelah berhasil mengganti rejim otoritarian Orde Baru dan menyelenggarakan Pilpres secara langsung pada tahun 2004, banyak pengamat di dalam maupun di luar negeri yang memandang bahwa Indonesia telah mengakhiri periode transisi dan masuk ke periode sistem politik yang demokratis dan stabil. Tetapi kendatipun telah ada Pilpres langsung yang bercirikan konstelasi politik yang berciri sistem multi-partai, pemerintahan yang terdesentralisasi, sistem kawal dan imbang (checks and balances) yang makin baik, dan tuntutan rakyat yang makin terbuka, transisi ke arah sistem pemerintahan yang baik sebenarnya masih terus berlangsung. Dalam hal perumusan kebijakan publik, banyak yang ternyata harus dibenahi. Berlakunya UU No.32/2004 yang disertai dengan PP No.6/2005 yang mengatur tentang Pilkada secara langsung secara prosedural telah membuat sistem pemerintahan di daerah semakin demokratis. Mulai tahun 2005 pergantian kepala daerah, baik Gubernur atau Bupati/Walikota, di seluruh Indonesia telah dilakukan secara langsung. Partai politik (parpol) berperan dalam pencalonan pasangan kepala daerah, lalu rakyat setempat secara langsung memilih dengan prinsip-prinsip Pilkada yang sesuai dengan Pilpres. Peran Parpol yang menguat inilah yang kemudian juga berpengaruh terhadap sistem perumusan kebijakan di daerah. Bagi banyak pengamat semua variabel yang menunjukkan sistem politik yang lebih terbuka merupakan kemajuan yang signifikan. Namun, dari perspektif kebijakan publik gelombang demokratisasi itu ternyata menjadi tantangan tersendiri yang tidak pernah berlaku sebelumnya. Saat ini, situasi dalam pemerintahan lebih sulit dalam menyelesaikan perselisihan tentang kebijakan yang akan diambil. Tidak seperti pada masa Orde Baru yang begitu cepat keputusan diambil karena terbiasa dengan pendekatan kekuasaan, proses kebijakan publik kini lebih terfragmentasi dan untuk sebagian terasa kurang efektif. Kenyataan ini berlaku di tingkat nasional maupun di daerah. Demokrasi akan menghasilkan sistem perumusan kebijakan yang lebih partisipatif dan karena itu memberi legitimasi yang lebih kuat terhadap kebijakan yang diambil. Tetapi proses demokrasi juga menuntut kesiapan perumus kebijakan untuk melalui proses politik yang panjang, untuk menggunakan keterampilan negosiasi, serta kesediaan melakukan kompromi dengan semua pemangku kepentingan. Ini karena demokrasimengakibatkan kecenderungan sistem interaksi yang terpencar (divergence) dan bukannya terpusat (convergence) seperti yang dikatakan dalam studi Hill (2005:105).
Konfigurasi politik di Indonesia kini telah dilengkapi dengan semua ciri dasar bagi sebuah demokrasi. Pemilu yang bebas dan adil, kebebasan berpendapat dan berserikat, hak untuk memilih, adanya sumber informasi alternatif, hak bagi semua orang untuk menduduki jabatan publik, serta kelembagaan yang memungkinkan rakyat bisa mengontrol pemerintahan sebagai ciri-ciri demokrasi seperti dikemukakan oleh Dahl (1971:3) telah berlaku di Indonesia. Namun sebagai negara yang baru belajar berdemokrasi, banyak diantara perumus kebijakan strategis yang sebenarnya belum siap untuk menerapkan inti demokrasi (substantive democracy) karena sudah begitu lama terbiasa dengan sistem yang otoritarian. Salah satu tantangan yang berat di Indonesia ialah meyakinkan para perumus kebijakan agar tidak frustrasi dengan tatanan yang
demokratis lalu mengungkit nostalgia masa lalu ketika semuanya serba pasti dan dapat diduga. Proses perumusan kebijakan yang demokratis memang memerlukan kerja keras untuk menciptakan sebuah konsensus, tetapi itu bukan berarti bahwa solusinya adalah kembali ke cara-cara yang tidak demokratis. Namun Sebagian besar parpol juga dinilai tidak memiliki basis sosial yang jelas dan spesifik. Tak hanya itu, dari sisi komitmen, parpol dipandang hanya bekerja menjelang pemilu dan "tidur panjang" di antara dua pemilu sehingga tak terbangun format relasi yang melembaga dengan konstituen. Ada pula problem institusionalisasi dan representasi.