- Back to Home »
- Sport »
- Praditya Jati: Antara 'LDR', Pelatnas Panahan, dan Harapan pada Pemerintah
Posted by : Unknown
Kamis, 05 September 2013
Jakarta - I Gusti Nyoman Puruhito Praditya Jati tak
mengeluh saat dia harus meninggalkan istri yang baru dinikahinya demi
mengikuti pelatnas panahan. Tapi setibanya di Jakarta dia dan atlet
lainnya ternyata tak cukup dapat perhatian dari pemerintah.
I Gusti Nyoman Puruhito Praditya Jati menikahi wanita pujaannya, Trisna, pada Desember 2012 lalu. Tak seperti pasangan yang baru menikah lainnya, mereka langsung terpisah jarak ribuan kilometer. Pria yang akrab disapa Adit itu harus terbang ke Jakarta mengikuti pelatnas panahan untuk SEA Games 2013 sementara sang istri tercinta bertahan di Bojonegoro. Jadilah keduanya harus menyandan status LDR, long distance relationship, alias hubungan jarak jauh.
Total sudah 10 bulan Adit mengikuti pelatnas di Jakarta. Berpisah jauh dari istri yang baru dinikahi disebut Jati bukan persoalan besar. Sejak memutuskan menjadi atlet profesional dia sudah menyiapkan diri dengan hal tersebut, pun istrinya yang memahami benar tugas sang suami.
"Ya nikahnya saja baru Desember kemarin, trus langsung latihan lagi, ya gimana," kata Adit ketika berbincang dengan detiksport di lapangan Panahan, Senayan, Rabu (4/9/2013).
"Tapi ini mungkin sudah konsekuensi yang harus dijalani ya, awal-awal kan sudah komitmen juga," tambahnya.
Yang kemudian jadi ganjalan di hatinya adalah kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap nasib dan kesejahteraan atlet. Jangankan bicara soal kesejahteraan, soal sarana pendukung latihan saja semuanya serba minim.
"Yang sekarang menjadi kendala adalah perasaan saya. Ya kurang perhatian lah mba dari (Satlak) Prima, lihat saja tuh," katanya seraya menunjuk ke atap yang sudah bolong.
Tempat detiksport berbincang dengan Adit lebih mirip halte bus ketimbang sebuah pemusatan latihan, kondisi yang jauh dari layak. Atapnya tak lagi sempurna, karena ada lubang besar menganga. Sinar matahari pun dengan leluasa menyengat ke kepala siang itu.
Satlak Prima, disebut Adit, sudah mengetahui hal tersebut. Tapi tetap saja tidak ada langkah nyata dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini.
"Sebulan lalu, orang Prima sudah ada yang datang ke sini (lapangan panahan), mereka juga lihat atap itu. Bahkan, sempat bilang, 'wah tim peninjau perlu melihat ini, agar diperbaiki'," cerita Adit yang baru mencatatkan rekor skor di Polandia, Agustus kemarin.
Tapi hingga September ini, tak ada tim peninjau yang datang kembali ke lokasi. Baik itu sekadar melihat atau memperbaikinya. "Prima itu kan seperti orang tua, kita sebagai anak mestinya diberikan kasih sayang, ditengok, bagaimana latihannya? Apa yang kurang? Tapi malah ibarat kita yang pasca bayar," tambahnya.
Kondisi lapangan yang buruk juga dikeluhkan oleh peraih medali emas SEA Games 2007, 2009, dan 2011 itu.
"Coba liat lapangannya Mb. Mba lihat apa? Gawang. Jelas-jelas di depan, judulnya tertulis lapangan panahan, kok ada gawang sepak bola di sini," cetusnya.
"Lebih baik saya latihan di daerah rumah saya sendiri. Walau lapangan kecil, tapi engga ada yang ganggu, mau latihan jam berapa enak. Walau latihan di Bojonegoro jauh, tapi jelas, tempatnya untuk latihan panahan. Coba kalau datang ke sini sorean aja, bisa dilihat."
"Itu sudah klise mba dari dulu. Masalah ini memang selalu begitu, sama," sahutnya pasrah.
Pulang ke kampung dan bertemu istri tercinta menjadi obat yang menghapus kekcewaan Adit terhadap kondisi pelatnas saat ini. Tapi itupun tak bisa dilakukan sering-sering karena uang sakunya juga sering datang terlambat. Terakhir dia bertemu sang istri adalah saat Lebaran, bulan lalu.
"Ya paling sering kontak-kontakan juga. Lebaran kemarin sempat pulang juga kok, masih sempat ke Bojonegoro. Tapi engga sering, duitnya dari mana mba. Kalau Prima mau bayarin engga apa-apa, orang uang saku saja tersendat," terangnya.
"Sama istri engga ada masalah, dia baik-baik saja di rumah. Istri juga engga pernah komentar. Soalnya waktu pacaran juga sudah biasa jarak jauh, jadi sudah biasa."
"Saya tetap menjalankan program latihan dari pelatih. Walau dalam hati, perasaan merasa kurang kasih sayang," tuturnya lagi.
(detik.com)
I Gusti Nyoman Puruhito Praditya Jati menikahi wanita pujaannya, Trisna, pada Desember 2012 lalu. Tak seperti pasangan yang baru menikah lainnya, mereka langsung terpisah jarak ribuan kilometer. Pria yang akrab disapa Adit itu harus terbang ke Jakarta mengikuti pelatnas panahan untuk SEA Games 2013 sementara sang istri tercinta bertahan di Bojonegoro. Jadilah keduanya harus menyandan status LDR, long distance relationship, alias hubungan jarak jauh.
Total sudah 10 bulan Adit mengikuti pelatnas di Jakarta. Berpisah jauh dari istri yang baru dinikahi disebut Jati bukan persoalan besar. Sejak memutuskan menjadi atlet profesional dia sudah menyiapkan diri dengan hal tersebut, pun istrinya yang memahami benar tugas sang suami.
"Ya nikahnya saja baru Desember kemarin, trus langsung latihan lagi, ya gimana," kata Adit ketika berbincang dengan detiksport di lapangan Panahan, Senayan, Rabu (4/9/2013).
"Tapi ini mungkin sudah konsekuensi yang harus dijalani ya, awal-awal kan sudah komitmen juga," tambahnya.
Yang kemudian jadi ganjalan di hatinya adalah kurangnya perhatian dari pemerintah terhadap nasib dan kesejahteraan atlet. Jangankan bicara soal kesejahteraan, soal sarana pendukung latihan saja semuanya serba minim.
"Yang sekarang menjadi kendala adalah perasaan saya. Ya kurang perhatian lah mba dari (Satlak) Prima, lihat saja tuh," katanya seraya menunjuk ke atap yang sudah bolong.
Tempat detiksport berbincang dengan Adit lebih mirip halte bus ketimbang sebuah pemusatan latihan, kondisi yang jauh dari layak. Atapnya tak lagi sempurna, karena ada lubang besar menganga. Sinar matahari pun dengan leluasa menyengat ke kepala siang itu.
Satlak Prima, disebut Adit, sudah mengetahui hal tersebut. Tapi tetap saja tidak ada langkah nyata dilakukan untuk memperbaiki kondisi yang ada saat ini.
"Sebulan lalu, orang Prima sudah ada yang datang ke sini (lapangan panahan), mereka juga lihat atap itu. Bahkan, sempat bilang, 'wah tim peninjau perlu melihat ini, agar diperbaiki'," cerita Adit yang baru mencatatkan rekor skor di Polandia, Agustus kemarin.
Tapi hingga September ini, tak ada tim peninjau yang datang kembali ke lokasi. Baik itu sekadar melihat atau memperbaikinya. "Prima itu kan seperti orang tua, kita sebagai anak mestinya diberikan kasih sayang, ditengok, bagaimana latihannya? Apa yang kurang? Tapi malah ibarat kita yang pasca bayar," tambahnya.
Kondisi lapangan yang buruk juga dikeluhkan oleh peraih medali emas SEA Games 2007, 2009, dan 2011 itu.
"Coba liat lapangannya Mb. Mba lihat apa? Gawang. Jelas-jelas di depan, judulnya tertulis lapangan panahan, kok ada gawang sepak bola di sini," cetusnya.
"Lebih baik saya latihan di daerah rumah saya sendiri. Walau lapangan kecil, tapi engga ada yang ganggu, mau latihan jam berapa enak. Walau latihan di Bojonegoro jauh, tapi jelas, tempatnya untuk latihan panahan. Coba kalau datang ke sini sorean aja, bisa dilihat."
"Itu sudah klise mba dari dulu. Masalah ini memang selalu begitu, sama," sahutnya pasrah.
Pulang ke kampung dan bertemu istri tercinta menjadi obat yang menghapus kekcewaan Adit terhadap kondisi pelatnas saat ini. Tapi itupun tak bisa dilakukan sering-sering karena uang sakunya juga sering datang terlambat. Terakhir dia bertemu sang istri adalah saat Lebaran, bulan lalu.
"Ya paling sering kontak-kontakan juga. Lebaran kemarin sempat pulang juga kok, masih sempat ke Bojonegoro. Tapi engga sering, duitnya dari mana mba. Kalau Prima mau bayarin engga apa-apa, orang uang saku saja tersendat," terangnya.
"Sama istri engga ada masalah, dia baik-baik saja di rumah. Istri juga engga pernah komentar. Soalnya waktu pacaran juga sudah biasa jarak jauh, jadi sudah biasa."
"Saya tetap menjalankan program latihan dari pelatih. Walau dalam hati, perasaan merasa kurang kasih sayang," tuturnya lagi.
(detik.com)