- Back to Home »
- Khotbah Jum'at »
- Suap (Risywah) Dalam Perspektif Islam
Posted by : Unknown
Jumat, 15 Februari 2013
Suap (Risywah) Dalam Perspektif Islam
اَلْحَمْدُ
للهِ الذِي أَسْبَغَ عَلَى عِبَادِهِ نِعَمَهُ وَعَطَايَاهُ، وَهَداهُمْ
إِلَى الحَقِّ بِمَواعِظِهِ وَوَصَايَاهُ، قَالَ تَعَالَى : وَلَقَدْ
وَصَّيْنَا الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَإِيَّاكُمْ
أَنِ اتَّقُوا اللَّهَ، أَحْمَدُهُ سُبْحَانَهُ بِمَا هُوَ لَهُ أَهْـلٌ
مِنَ الحَمْـدِ وَأُثْنِي عَلَيْهِ، وَأَومِنُ بِهِ وَأَتَوكَّلُ عَلَيْهِ،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْـلِلْ فَلاَ هَادِيَ
لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ،
أَرْسَلَ رُسُلَهُ مُبَشِّرِينَ وَمُنْذِرِينَ، وَهُدَاةً مُصلِحِينَ،
وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ
وَرَسُولُهُ، خَيْرُ مَنْ أَوصَى وَوَجَّهَ، وَأَرْشَدَ ونَبَّهَ،
أَرْسَلَهُ رَبُّهُ بَشِيرًا وَنَذِيرًا، وَدَاعِيًا إِلَى اللهِ بإِذْنِهِ
وَسِرَاجًا مُنِيرًا، اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحابِهِ أَجْمَعِينَ، وَالتَّابِعِينَ لَهُمْ
بإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أما بعد: فَيَا
أَيُّهَا المُسْلِمُونَ اِتّقُوا اللهَ تَعَالَى فِي السّرِّ وَ اْلعِلَنِ
، يَا أَيّهَا الّذِيْنَ آمَنُوْا اتّقُّو اللهَ حَقّ تُقَاتِهِ وَ لَا
تَمُوْتُنّ إِلّا وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ.
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Alhamdulillah,
limpahan nikmat yang Allah karuniakan kepada kita tak henti-hentinya
kita rasakan, nikmat iman, nikmat sehat, nikmat keamanan, nikmat
persaudaraan, nikmat kecukupan dan nikmat usia yang sampai hari ini
Allah masih menghimpun kita bersama untuk melkasanakan ibadah sholat
jumat, untuk itu marilah kita senantiasa memacu diri untuk menjaga
kondisi keimanan kita, meningkatkan keimanan dan
ketakwaan kepada Allah dengan penuh kesungguhan, terlebih di tengah
kehidupan dan kondisi bangsa dan negara kita yang mengalami tantangan
yang berat, yang membutuhkan pribadi-pribadi yang kokoh dan mampu
bertahan dengan beratnya ujian akan sebuah kejujuran, sifat amanah dan
bertanggung jawab terhadap pencipta-Nya dan masyarakat. Semoga Allah
meneguhkan hati kita dalam keimanan, menjaga diri dan keluarga kita dari
kerusakan dan bencana. Amiin ya rabbal 'alamiin.
Sholawat dan salam marilah kita sampaikan kepada baginda Rosulullah tercinta, Allahumma sholli
wa sallim wa baarik 'ala Muhammadin wa 'ala ali Muhammad kamaa
shollaita wa sallamta wa baarakta 'alaa Ibrahim wa 'alaa aali Ibrahim
fil 'aalamina innaka hamidun majiid. Semoga syafaat beliau dapat kita raih di akhirat kelak, amiin ya rabbal alamin.
Hadirin yang jamaah sholat jumat yang dirahmati Allah
Kita
tentunya banyak dan sering mengikuti perkembangan bangsa kita
Indonesia, baik dari media cetak maupun elektonik, berita-berita di
televisi, radio dan internet yang tak pernah sepi dari membahas
permasalahan-permasalahan bangsa yang tak kunjung selesai sampai saat
ini, permasalahan berupa kasus korupsi, suap, menyalahgunakan wewenang
menjadi topik hangat yang sering didiskusikan, dibahas dan diberitakan;
larinya tahanan dan para koruptor keluar dari penjara dengan menikmati
hiburan bahkan jalan-jalan keluar negeri dengan menyuap pejabat yang
berwenang tampaknya suatu hal yang biasa dan ringan. Apakah suap atau risywah
dalam istilah Islam adalah suatu hal yang kecil ataukah sebaliknya,
yaitu termasuk dosa besar dan pelakunya mendapatkan siksa yang berat di
akhirat kelak?.
Hadirin yang dimuliakan Allah
Dalam kesempatan jumat kali ini, khatib akan membahas tema penting, untuk kembali menyegarkan pemahaman kita tentang risywah atau suap di dalam Islam. Kata Risywah menurut bahasa dalam kamus Al-Mishbahul Munir dan Kitab Al-Muhalla ibnu Hazm yaitu: "pemberian
yang diberikan seseorang kepada hakim atau lainnya untuk memenangkan
perkaranya dengan cara yang tidak dibenarkan atau untuk mendapatkan
sesuatu yang sesuai dengan kehendaknya." Atau pengertian risywah menurut Kitab Lisanul 'Arab dan Mu'jamul Washith yaitu: "pemberian yang diberikan kepada seseorang agar mendapatkan kepentingan tertentu". Maka berdasarkan definisi tersebut, suatu yang dinamakan risywah adalah jika mengandung unsur pemberian atau athiyah, ada niat untuk menarik simpati orang lain atau istimalah, serta bertujuan untuk membatalkan yang benar (Ibtholul haq), merealisasikan kebathilan (ihqoqul bathil), mencari keberpihakan yang tidak dibenarkan (almahsubiyah bighoiri haq) , mendapat kepentingan yang bukan menjadi haknya (al hushul 'alal manafi') dan memenangkan perkaranya atau al hukmu lahu.
Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia
Bagaimanakah hukum risywah dalam Islam? Beberapa nash di dalam Al-Quran dan Sabda Rosulullah mengisyaratkan bahkan menegaskan bahwa Risywah suatu yang diharamkan di dalam syariat, bahkan termasuk dosa besar, Allah Swt berfirman:
وَلَا
تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى
الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ
وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan
janganlah kamu memakan harta sebagian dari kamu dengan jalan yang
batil, dan janganlah kamu membawa urusan harta itu kepada hakim, supaya
kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain dengan
(jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqoroh: 188)
Kemudian firman Allah:
سَمَّاعُونَ لِلْكَذِبِ أَكَّالُونَ لِلسُّحْتِ
"Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram" (QS. Al-Maidah; 42)
Iman Al-Hasan dan Said bin Jubair mengomentari ayat ini dengan mengatakan bahwa ma'na "akkaluuna lisshuht" yaitu risywah, karena risywah identik dengan memakan harta yang diharamkan Allah.
Di dalam hadits disebutkan:
عن عبد الله بن عمر رضي الله عنهما قال : لعن رسول الله صلى الله عليه و سلم الراشي و المرتشي
هذا حديث صحيح الإسناد
Dari Abdullah bin Umar ra berkata, "Rosulullah melaknat bagi penyuap dan yang menerima suap." (HR. Al-Khamsah dishohihkan oleh at-Tirmidzi)
وعن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال : "كل لحم نبت بالسحت فالنار
أولى به " قالوا : يا رسول الله ؛ وما السحت ؟ قال : "الرشوة في الحكم" .
قال عمر بن الخطاب رضي الله عنه : رشوة الحاكم من السحت وعن ابن مسعود أيضا
أنه قال : السحت أن يقضي الرجل لأخيه حاجة فيهدي إليه هدية فيقبلها.
"Setiap
daging yang tumbuh dari barang yang haram (ashuht), nerakalah yang
paling layak untuknya. Sahabat bertanya: "Wahai Rosulullah, apa barang
haram yang di maksud itu?". Rosulullah bersabda: "Suap dalam perkara
hukum." (Tafsir Al-Quthubi, tafsir surat Al-Maidah ayat: 42)
Umar bin Khatthab berkata: menyuap hakim adalah dari perkara shuht. Ibnu Mas'ud berkata: "Perbuatan
Shuht adalah seseorang menyelesaikan hajat saudaranya maka orang
tersebut memberikan hadiah kepadanya lalu dia menerimanya."
Hadirin sidang sholat jumat yang dimuliakan Allah
Dari
uraian ayat-ayat dan hadits di atas, jelaslah bahwa suap merupakan
perkara yang diharamkan oleh Islam, baik memberi ataupun menerimanya
sama-sama diharamkan di dalam syariat. Namun ada pengecualian yang
menurut mayoritas ulama memperbolehkan penyuapan yang dilakukan oleh
sesorang untuk mendapatkan haknya, karena dia dalam kondisi yang benar
dan mencegah kezholiman terhadap orang lain, dalam hal ini dosanya tetap
ditanggung oleh yang menerima suap. (Hal ini dapat dilihat lebih
mendalam dalam kitab Kasyful Qina' 6/304) Nihayatul Muhtaj 8/ 243,
AlQurthubi 6/183, Al-Muhalla 8/118, Matholib ulin Nuha, dalam bab-bab
yang membahas tentang suap dan memakan harta haram).
Dalam permasalahan ini Imam Abu Hanifah membagi pengertian risywah ini ke dalam 4 hal:
Pertama,
memberikan sesuatu untuk mendapatkan pangkat dan kedudukan ataupun
jabatan, maka hukumnya adalah haram bagi pemberi maupun penerima.
Kedua,
memberikan sesuatu kepada hakim agar bisa memenagkan perkaranya,
hukumnya adalah haram bagi penyuap dan yang disuap, walaupun keputusan
tersebut adalah benar, karena hal itu adalah sudah menjadi tugas seorang
hakim dan kewajibannya.
Ketiga,
memberikan sesuatu agar mendapat perlakuan yang sama di hadapan
penguasa dengan tujuan mencegah kemudharatan dan meraih kemaslahatan,
hukumnya haram bagi yang dsuap saja. Al-Hasan mengomentari sabda Nabi
yang berbunyi, Rasulullah melaknat orang yang menyuap dan disuap" dengan berkata, "jika
ditujukan untuk membenarkan yang salah dan menyelahkan yang benar.
Adapun jika seseorang memberikan hartanya selama untuk melindungi
kehormatannya maka hal itu tidak apa-apa".
Keempat,
memberikan sesuatu kepada seseorang yang tidak bertugas di pengadilan
atau instansi tertentu agar bisa menolongnya dalam mendapatkan haknya di
pengadilan atau pada instansi tersebut, maka hukumnya halal bagi
keduanya, baik pemberi dan penerima, karena hal tersebut sebagai upah
atas tenaga dan potensi yang dikeluarkan nya. Tapi Ibnu Mas'ud dan
Masyruq lebih cenderung bahwa pemberian tersebut termasuk juga suap yang
dilarang, karena orang tersebut memang harus membantunya agar tidak
terzholimi, sebagaimana firman Allah:
وَلَا
يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ أَنْ صَدُّوكُمْ عَنِ الْمَسْجِدِ
الْحَرَامِ أَنْ تَعْتَدُوا وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
"Dan
janganlah sekali-kali karena kebencianmu kepada suatu kaum karena
mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidil Haram, mendorong kamu
berbuat aniaya (kepada mereka). Dan tolong menolonglah kamu dalam
mengerjakan kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah tolong menolong dalam
berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya
Allah maha berat siksanya." (dari kitab Mau'shuah Fiqhiyah dan Tafsir ayat ahkam Lil Jashosh)
Kaum muslimin yang dirahmati Allah
Maka bila dilihat dari sisi esensi risywah yaitu pemberian (athiyyah), maka ada beberapa istilah dalam Islam yang memiliki keserupaan dengannya, di antara hal tersebut adalah:
Pertama: Hadiah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang sebagai penghargaan atau ala sabilil ikram. Perbedaannya dengan risywah adalah, jika risywah
diberikan dengan tujuan untuk mendapatkan apa yang diinginkan,
sedangkan hadiah diberikan dengan tulus sebagai penghargaan dan rasa
kasih sayang.
Kedua: Hibah, yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang dengan tanpa mengharapkan imbalan dan tujuan tertentu. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa Ar-Raasyi yaitu pemberi suap memberikan sesuatu karena ada tujuan dan kepentingan tertentu, sedangkan Al-Waahib atau pemberi hibah memberikan sesuatu tanpa tujuan dan kepentingan tertentu.
Ketiga: Shadaqoh,
yaitu pemberian yang diberikan kepada seseorang karena mengharapkan
keridhoaan dan pahala dari Allah Swt. Seperti halnya zakat ataupun
infaq. Perbedaannya dengan risywah adalah bahwa seseorang yang
bersedekah ia memberikan sesuatu hanya karena mengharapkan pahala dan
keridhoaan Allah semata tanpa unsur keduniawian yang dia harapkan dari
pemberian tersebut.
Lalu
bagaimanakan jika pemberian hadiah atau hibah tersebut diberikan oleh
seseorang kepada pejabat pemerintah atau penguasa, ataupun hakim, maka
dalam hal ini Imam Bukhori meriwayatkan hadits dari Abu Humaid As-saidi
dalam hadits yang masyhur dengan istilah Hadits Ibnul Utbiyah sebagai
berikut:
حدثنا
عبد الله بن محمد قال حدثنا سفيان عن الزهري عن عروة بن الزبير عن أبي
حميد الساعدي رضي الله تعالى عنه قال استعمل النبي رجلا من الأزد يقال له
ابن الأتبية على الصدقة فلما قدم قال هذا لكم وهذا أهدي لي قال فهلا جلس في
بيت أبيه أو بيت أمه فينظر أيهدي له أم لا والذي نفسي بيده لا يأخذ أحد
منه شيئا إلا جاء به يوم القيامة يحمله على رقبته إن كان بعيرا له رغاء أو
بقرة لها خوار أو شاة تيعر ثم رفع بيده حتى رأينا عفرة إبطيه أللهم هل بلغت
أللهم هل بلغت ثلاثا
Dari
Abi Humaid As Sa'idi ra berkta Nabi saw mengangkat seseorang dari suku
Azdy bernama Ibnu Al-Utbiyyah untuk mengurusi zakat, tatkala ia datang
kepada Rosulullah, ia berkata: Ini untuk anda dan ini dihadiahkan untuk
saya. Rosulullah bersabda, " Kenapa ia tidak duduk saja di rumah ayahnya
aatau ibunya, lantas melihat apakah ia akan diberi hadiah atau tidak.
Demi Zat yang jiwaku berada ditangan-Nya tidaklah seseorang mengambilnya
darinya sesuatupun kecuali ia datang pada hari kiamat dengan memikulnya
di lehernya, kalau unta atau sapi atau kambing semua akan bersuara
dengan suaranya, kemudian Rosulullah mengangkat tangannya sampai
kelihatan ketiaknya lantas bersabda, Ya Allah tidaklah kecuali telah aku
sampaikan, sungguh telah aku sampaikan, sungguh telah aku sampaikan. (HR. Bukhori)
Hadirin sidang sholat jumat yang berbahagia
Risywah
hukumnya tetap haram walaupun menggunakan istilah hadiah, hibah atau
tanda terima kasih dan lain-lain, sebagaimana hadits di atas. Oleh
karena itu, setiap perolehan apa saja di luar gaji dan dana resmi dan
legal yang terkait dengan jabatan atau pekerjaan merupakan harta ghulul
atau korupsi yang hukumnya tidak halal meskipun itu atas nama 'hadiah'
dan tanda 'terima kasih' akan tetapi dalam konteks dan perspektif syariat Islam bukan merupakan hadiah tetapi dikategorikan sebagai 'risywah' atau syibhu risywah yaitu semi suap, atau juga risywah masturoh yaitu suap terselubung dan sebagainya.
Para ulama berpendapat, bahwa segala sesuatu yang dihasilkan dengan cara yang tidak halal seperti risywah
maka harus dikembalikan kepada pemiliknya jika pemiliknya diketahui,
atau kepada ahli warisnya jika pemiliknya sudah meninggal, jika
pemiliknya tidak diketahui maka harus dikembalikan kepada baitul maal,
atau dikembalikan kepada negara jika itu dari uang negara dalam hal ini
adalah uang rakyat, atau digunakan untuk kepentingan umum. Sebagaimana
yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah terkait dengan orang
yang bertaubat setelah mengambil harta orang lain secara tidak benar,
sebagaiamna ungkapannya: "jika pemiliknya diketahui maka diserahkan
kepada pemiliknya, jika tidak diketahui maka diserahkan untuk
kepentingan umat islam."
Seorang
muslim yang baik dan sholih harus berusaha untuk menjauhkan diri dari
harta yang haram, tidak menerima dan tidak memakannya. Jika terpaksa dan
telah menerimanya serta tidak dapat mengelak darinya maka hendaklah
harta tersebut tidak dipergunakan untuk keperluan pribadi dan
keluarganya khususnya terkait dengan kebutuhan makanan. Namun hendaklah
harta tersebut dipergunakan untuk keperluan sosial dan kepentingan
sarana umum, seperti jalan raya, jembatan dll.
Rosulullah bersabda:
عن
أبي هريرة قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : يا أيها الناس إن
الله عز و جل طيب لا يقبل إلا طيبا و إن الله عز و جل أمر المؤمنين بما به
المرسلين فقال : يا أيها الرسل كلوا من الطيبات ، و قال : يا أيها الذين
آمنوا كلوا من طيبات ما رزقناكم ، ثم ذكر الرجل يطيل السفر أشعث أغبر يمد
يده إلى السماء يا رب ! يا رب ! و مطعمه حرام و مشربه حرام و ملبسه حرام و غذي بالحرام فأنى يستجاب له ( أخرجه مسلم)
"Wahai
manusia, sesungguhnya Allah azza wajalla adalah Dzat yang Baik dan
tidak menerima kecuali sesuatu yang baik, dan Allah memerintahkan kaum
muslimin sebagaimana memerintakan kepada para nabi, "Wahai Rosul-rosul
makanlah dari yang baik-baik" dan firman-Nya, "Wahai orang-orang yang
beriman makanlah dari yang baik-baik yang kami rezekikan kepadamu."
Kemudian Rosulullah menyebutkan bahwa sesorang yang melakukan perjalanan
panjang, rambutnya kusut, dan berdebu menengadakan keduabelah tangannya
ke langit sambil berdoa; wahai Rabb, wahai Tuhan, sedangkan makanannnya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan diberi makan dari yang
haram, maka bagaimana mungkin dikabulkan doanya. (HR. Muslim)
Semoga
Allah melindungi kita dan menjaga keluarga kita dari perbuatan dan
harta-harta yang diharamkan oleh-Nya. Amiin, amiin ya rabbal 'alamiin.
بلرك
الله لي ولكم في القرآن الكريم و نفعني و إياكم بما فيه من الأيات و الذكر
الحكيم ، أقول قولي هذا و استغفر الله العظيم لي و لكم فاستغفروه إنه هو
الغفور الرحيم.
Oleh Zulhamdi M. Saad, Lc
Slm hangat,
Sumber : http://google.com/
http://jabal-uhud.com
Sumber : http://google.com/
http://jabal-uhud.com