Share Up To 110 % - 10% Affiliate Program
Posted by : Unknown Senin, 08 Juli 2013


Bayern Munich menjadi juara Liga Champions dengan senjata andalan yang sedang jadi mode di Eropa: inverted winger. Betapa mematikannya inverted winger mereka melalui Arjen Robben dan Frank Ribbery.

Inverted winger adalah pemain sayap yang menempati sisi lapangan yang berlawanan dengan kekuatan kaki terbaiknya. Seorang pemain sayap berkaki kidal ditempatkan di sisi kanan, sementara pemain berkaki kanan di taruh di sisi kiri -- itulah inverted winger.

Dengan pertukaran posisi macam itu, seorang inverted winger bisa mengkreasi peluang bagi dirinya sendirinya dengan cara membawa bola ke dalam [cutting inside], lalu melakukan percobaan mencetak gol dengan kaki terkuatnya. Misal: seorang kidal di sisi kanan, bisa membawa bola ke tengah atau ke depan kotak penalti, dan bisa langsung melakukan shot dengan kaki kirinya. Dia tak harus memindahkan bola ke kaki terkuatnya lebih dulu karena bola sudah ada di kaki terkuatnya.

Ketika melakukan gerakan memotong ke dalam, seorang pemain sayap akan memaksa fullback untuk merebut bola dengan kekuatan kaki lemahnya, dengan mayoritas seorang fullback menempati sisi di mana pada kekuatan kaki terbaiknya. Jika ingin mengambil bola dengan kaki terbaik, fullback harus paling tidak memutar badan untuk memindahkan kaki terkuatnya mendekati lawan. Dengan memutar badan, maka bisa ditebak ia akan kalah beberapa langkah dari pemain sayap yang sudah pasti berlari kencang mendekati kotak penalti.



Inilah yang memungkinkan para pemain sayap di era sekarang bisa memiliki produktivitas mencetak gol yang sangat tinggi dibanding para pemain sayap zaman dulu. Robben dan Ribery, misalnya, termasuk empat pemain dengan rataan shot per game tertinggi di Bayern. Sepanjang musim 2012/2013 Robben mencatat angka 4,18 shot per game [tertinggi], sementara Ribery 2,70 shot per game [nomor 4 tertinggi].

Pemain sayap dengan dribling serta kekuatan dan akurasi tembakan yang mumpuni akan jadi monster menakutkan jika berperan sebagai inverted winger. Misalnya: Cristiano Ronaldo. Kendati dia juga kuat di kaki kiri dan sundulan, kekuatannya tetap berada di kaki kanan. Di Madrid dia ditempatkan di sisi kiri. Hasilnya: Dia mencetak 62 gol musim lalu di semua ajang. Rataan shot per game-nya mencapai 5,9 [termasuk di timnas] dan jadi yang tertinggi di La Liga.

Ini berbeda dengan seorang traditional winger yang ditempatkan di sisi yang sesuai dengan kaki terkuatnya: pemain kidal di sisi kiri, pemain dominan kaki kanan di sisi kanan. Sayap dengan bergaya tradisional ini populer pada pola klasik tiga baris sejajar 4-4-2. Kedua sayap bekerja menyisir lapangan dan lantas mengirim umpan silang ke dalam kotak penalti. Fungsi mereka terutama untuk memberi peluang bagi pemain lain [khususnya striker], dan bukan mengkreasi peluang untuk dirinya sendiri. Fullback hanya tinggal menjaganya agar terus melebar dan tidak memberi kesempatan melakukan teror melalui umpan silang.

Produktivitas pemain inverted winger hanya salah satu kelebihan saja. Dengan menggunakan inverted winger, sebuah tim punya lebih banyak variasi dalam upaya membongkar pertahanan lawan. Saat seorang inverted winger bergerak ke tengah pertahanan lawan dan berhasil memancing fullback yang menjaganya untuk ikut bergerak ke dalam, maka ada lubang di sisi pertahanan yang bisa dimanfaatkan pemain lain. [Lihat ilustrasi pergerakan inverted winger yang memancing fullback yang menjaganya di bawah ini:]



Seorang inverted winger yang bisa memainkan perannya secara efektif, juga masih bisa tetap membuka peluang bagi rekannya walau dia sedang berada di jantung pertahanan sekalipun. Apa yang terjadi pada gol penentu kemenangan Bayern yang dicetak oleh Robben di final Liga Champions lalu adalah contohnya.

Saat defender Dortmund terpaku pada Thomas Mueller, Ribery masuk ke depan kotak penalti dan dia menjadi "pemantul" dari umpan yang disodorkan oleh Bastian Schweinsteiger dari tengah. Bola yang "dipantulkan" Ribery itu langsung disambar oleh --siapa lagi kalau bukan-- Robben yang menusuk dari sisi kanan. Gol.



Gol itu jadi ilustrasi beberapa hal terkait inverted winger. Pertama, seorang inverted winger bisa mencetak gol tidak hanya dengan dribbling yang diakhiri dengan shot, tapi bisa melakukannya dengan pergerakan tanpa bola ke jantung pertahanan lebih dulu seperti yang ditunjukkan Robben. Kedua, seorang inverted winger juga bisa berperan di jantung pertahanan sebagai "pemantul" dalam sebuah proses serangan yang mengandalkan umpan satu dua yang cepat seperti yang ditunjukkan Ribery.

Untuk dua hal itu, situasinya sama: inverted winger meninggalkan posisinya di tepi lapangan. Di titik ini, setidaknya ada dua kemiripan antara seorang inverted winger dengan seorang false nine: [1] sama-sama banyak bergerak di luar posisi naturalnya untuk [2] memancing pemain lawan bergerak meninggalkan posisinya. Jika inverted winger bisa menarik fullback ke luar dari posisinya, seorang false nine untuk menarik center back yang menjaganya.

Seringkali kedua peran di atas itu juga saling menentukan satu sama lain. Ketika striker yang berperan sebagai false nine berhasil menarik perhatian center back untuk mengikuti pergerakannya [misal terpancing naik mengikuti striker yang turun ke bawah], maka ada celah yang bisa dieksploitasi oleh pemain sayap yang membawa bola ke jantung pertahanan.

Jika sudah ada ruang kosong di jantung pertahanan, seorang inverted winger yang masuk dengan membawa bola bisa langsung melakukan shot atau terus melakukan solo-run ke dalam kotak penalti. Jika inverted winger tidak bisa melakukan dua hal itu karena ditekan oleh fullback yang mengikuti pergerakannya, maka dia bisa melakukan umpan satu dua dengan striker false-nine.

Itulah sebabnya kebanyakan tim yang menggunakan sepasang inverted winger sekaligus umumnya hanya menggunakan atau memasang seorang striker di depan, baik dalam formasi 4-2-3-1, 4-5-1 atau bahkan 4-6-0 [dengan striker yang berperan sebagai false-nine seperti Francesco Totti di era Luciano Spaletti].

Seorang striker yang statis berada di kotak penalti menunggu umpan silang dari sayap tentu tidak cocok dengan gaya bermain yang menekankan serangan dari sayap mengandalkan sepasang inverted winger. Dibutuhkan striker yang lebih mampu bergerak, untuk membuka ruang bagi pemain sayap yang ingin masuk ke dalam. Bahkan jika dibutuhkan, seorang striker dapat bertukar posisi dengan bermain melebar.

Komposisinya akan lebih mematikan jika tim tersebut juga punya gelandang serang yang punya akselerasi bagus sehingga bisa bergantian dengan stiker untuk mengecoh konsentrasi bek lawan.

Bayangkan apa yang terjadi jika sebuah tim punya 4 pemain di lini serang dengan tipikal seperti ini: sepasang inverted winger, 1 striker yang fasih bermain sebagai false-nine dan gelandang serang yang punya akselerasi bagus untuk bertukar posisi dengan striker. Itulah yang dimiliki Bayern Munich musim lalu dan Juup Heynkess bisa mengoptimalkannya dengan sempurna.

Semua uraian tentang inverted winger di atas lebih banyak menyoroti perubahan gaya bermain dan agresivitas seorang winger. Akan tetapi, bukan berarti seorang inverted winger tidak berbahaya jika tetap menyisir sisi lapangan dan lantas mengirimkan umpan silang layaknya seorang winger tradisional. Mereka bisa jadi malah lebih berbahaya dibanding seorang sayap tradisional saat mengirim umpan silang ke dalam kotak penalti. Justru crossing yang dilakukan oleh seorang inverted bisa jadi lebih berbahaya dibandingkan dengan pemain sayap ortodoks.

Bola silang dari inverted winger tidak menghambat momentum kecepatan bola terlalu besar, karena penerima umpan hanya tinggal membelokan atau bahkan mempercepat laju bola dengan sundulan maupun sepakan kaki. Ini diakibatkan bola yang dikirim seorang inverted winger cenderung melengkung ke dalam ke arah gawang. Sementara seorang winger tradisional, bola silang yang dikirimnya biasanya melengkung ke luar menjauhi gawang.

Lalu muncul pertanyaan, bagaimana cara menghentikan inverted winger? Setidaknya ada dua cara yang paling kentara: mencegahnya bergerak memotong ke dalam, atau tidak memberi kesempatan untuk melakukan aksi selanjutnya setelah melakukan cutting-inside.

Untuk opsi pertama tentu dengan memasang fullback tangguh yang mampu memenangi duel one by one. Atau cara ekstrim lain dengan melawan memakai inverted fullback, misalnya dengan memasang seorang bek kidal di sisi kanan dan sebaliknya. Misal: Glenn Johnson yang dominan kaki kanan di era Kenny Dalglish malah ditempatkan sebagai fullback kiri. Namun hal ini akan mengurangi support dalam menyerang dan cenderung membuat tim menjadi bermain bertahan. Lagi pula, seorang inverted fullback umumnya bukan dipasang untuk mengantisipasi inverted-winger, tapi malah untuk berperan seperti inverted-winger saat menyerang.

Cara lain yang lebih memungkinkan adalah memasang double pivot yang beroperasi di depan back-four dengan membagi beban tanggung jawab antara kedua pivot. Satu pemain menjaga pemain sayap lawan yang melakukan cutting-inside, dan pivot lain menjaga atau menutup ruang gerak pemain lawan yang lain.

Ini yang dilakukan, misalnya, Manchester United musim lalu saat menghadapi Real Madrid di perdelapan final Liga Champions. Fergie memasang Phil Jones sebagai tandem Michael Carrick sebagai double-pivot yang melindung pertahanan. Jones dipasang dengan tugas pokok adalah menjaga area di depan back-four agar tidak dieksploitasi oleh Cristiano Ronaldo.

(detik.com)

Leave a Reply

Terima Kasih Telah Berkunjung

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © KUMPUL DI SINI - Dawie Heart - Powered by Blogger - Designed by Garuda Indonesia Komunitas -